Selasa, 28 Desember 2010

Ilmu Sosial Dasar BAB VIII

PERTENTANGAN-PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT
   
Kepentingan Individu Untuk Memperoleh Harga Diri


Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi individu itu sendiri. Jika individu berhasil dalam memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasa puas dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kepentingan ini akan banyak menimbullkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya.

Pada umumnya secara pskologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu, yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/pskologis. Oleh karena individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis didalam aspek pribadinya baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor pembawaan dan lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu. Perbedaan pembawaan akan memungkinkan perbedaan individu dalam hal kepentingannya, meskipun dengan lingkungan yang sama. Sebaliknya lingkungan yang berbeda akan memungkinkan timbulnya perbedaan individu dalam hal kepentingan meskipun pembawaannya sama.

Harga diri individu mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku yang ditampilkannya. Mc Dougall (1926) mengemukakan harga diri merupakan pengatur utama perilaku individu atau merupakan pemimpin bagi semua dorongan. Kepadanya bergantung kekuatan pribadi, tindakan dan integritas diri. Rosenberg (Gilmore, 1974) mengemukakan karakteristik individu yang memiliki harga diri mantap yaitu memiliki kehormatan dan menghargai diri sendiri seperti adanya. Sebaliknya, individu yang memiliki harga diri rendah cenderung memiliki sikap penolakan diri, kurang puas terhadap diri sendiri, dan merasa rendah diri. Harga diri merupakan salah satu kebutuhan penting manusia. Maslow dalam teori hierarki kebutuhannya menempatkan kebutuhan individu akan harga diri sebagai kebutuhan pada level puncak, sebelum kebutuhan aktualisasi diri. Dikemukakannya, most normal people have a need for self respect or self esteem and the esteem of others (Jordan et.al., 1979).
Balnadi Sutadipura (1983) menyebutkan bahwa kebutuhan harga diri merupakan kebutuhan seseorang untuk merasakan bahwa dirinya seorang yang patut dihargai dan dihormati sebagai manusia yang baik. Hal senada dikemukakan Abdul Aziz Ahayadi (1985) bahwa kebutuhan harga diri sebagai kebutuhan seseorang untuk dihargai, diperhatikan dan merasa sukses. Dari kedua pendapat di atas dapat dimaknai, bahwa setiap individu normal pasti




Studi Kasus :



Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tiba-tiba membatalkan rencana kunjungan kenegaraan ke Belanda, di menit-menit terakhir akan terbang ke Negara Kincir Angin itu. Presiden tidak terima dengan digelarnya sidang gugatan pemberontak Republik Maluku Selatan (RMS) di Pengadilan Den Haag yang mempersoalkan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Dalam gugatannya, RMS juga menuntut Presiden SBYditangkap. 
”Bagi Indonesia, bagi Saya, kalau sampai seperti itu, digelar pengadilan pada saat saya berkunjung ke sana, itu menyangkut harga diri kita sebagai bangsa, menyangkut harga diri kita sebagai bangsa. Oleh karena itu saya memutuskan untuk menunda kunjungan ini,” kata SBY di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, kemarin.
SBY mengatakan, adalah hal biasa jika kunjungan presiden disambut unjuk rasa dan ancaman keamanan. ”Tapi yang tidak bisa saya terima adalah ketika Presiden RI berkunjung ke Den Haag, Belanda, atas undangan Ratu Belanda, dan juga PM Belanda, pada saat itulah digelar sebuah pengadilan yang antara lain untuk menuntut ditangkapnya Presiden RI,” kata SBY.
Gugatan kepada SBY pertama kali diumumkan Presiden RMS John Wattilete, yang juga seorang advokat, melalui teleteks di televisi publik NOS, Sabtu (2/10). Tuntutan penangkapan disampaikan melalui kort geding (prosedur dipercepat) ke pengadilan. Percepatan proses pengadilan itu membuat sidang digelar bersamaan dengan rencana kunjungan SBY ke Belanda.
Presiden berpendapat, jika kunjungan ke Belanda tetap dilakukan, justru akan menimbulkan situasi psikologis yang tidak baik. Ia mengatakan, hubungan Indonesia dan Belanda sudah cukup baik. ”Saya berharap semestinya kunjungan seperti ini tidak diganggu oleh sebuah atau kegiatan yang kontraproduktif dan bisa menimbulkan salah terima dari bangsa kita, bangsa Indonesia,” ujarnya.
Penundaan dilakukan tanpa disertai kepastian rencana berikutnya. SBY hanya mengatakan, pemerintah menunggu situasi jernih sehingga tidak timbulkan salah paham bagi rakyat Indonesia. ”Karena niat kita sebenarnya ingin tingkatkan kerjasama,” katanya.
”Saya tahu bahwa pengadilan adalah pengadilan. Tapi ini adalah bukan pengadilan biasa, bukan kejahatan, menuntut harga diri bangsa Indonesia,” tambah SBY.
Staf Khusus Presiden Bidang Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah mengatakan, sebenarnya pemerintah tetap menghormati proses peradilan di Belanda. Hanya saja, timing pengadilan tersebut dinilai tidak tepat. ”Tidak tepat timing-nya, prosesnya, kemudian akan mempersulit posisi pemerintah Belanda sendiri,” kata Faizasyah.
Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan, pemerintah Belanda telah menjamin imunitas atau kekebalan hukum untuk SBY. ”Tapi dampak politis dari pemberitaan di mana kemudian itu diputuskan dari lembaga pengadilan di sana, itu akan membuat suatu situasi yang tidak menguntungkan dan tidak baik juga untuk harga diri dan kehormatan kita,” kata Julian. Dia mengatakan, jika proses pengadilan tidak dilakukan bersamaan dengan kunjungan, Presiden masih mungkin tidak melakukan pembatalan.
Ketua SETARA Institute Hendardi mengatakan, pembatalan kunjungan presiden ke Belanda merupakan preseden buruk dan memalukan, karena ketakutan atas sebuah proses peradilan. ”Pembatalan ini sekaligus memberi ruang bagi RMS untuk semakin aktif propaganda dan kampanye,” kata Hendardi. Hendardi mengatakan, bangsa Indonesia justru sangat dirugikan oleh implikasi yang timbul dari keputusan SBY.



Rombongan Sudah Sempat Naik Pesawat
        Jarum jam kemarin sudah menunjuk pukul 13.30 WIB. Seharusnya, pesawat Airbus Garuda Indonesia yang akan ditumpangi presiden dan rombongan, sudah lepas landas dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Namun, Presiden SBY tak kunjung keluar dari ruang VVIP. Padahal, sebelum berangkat memenuhi undangan Ratu Belanda, SBY dijadwalkan lebih dulu menggelar konferensi pers.
Para wartawan yang sudah masuk ke ruang tunggu VVIP pada 12.30, diminta keluar lagi. Alasannya, untuk sterilisasi keamanan. Tiba-tiba, sekitar pukul 14.00, sejumlah Paspampres sibuk mengambili barang-barang dari pesawat. Jas dengan label RI-1 dan beberapa tas juga dikeluarkan. Sementara, seluruh rombongan yang akan berangkat ke Belanda sudah menunggu di pesawat hampir 1,5 jam. Kabar berseliweran. Mulai dari penundaan keberangkatan, hingga pembatalan kunjungan. Ketika beberapa tas di kabin mulai diturunkan, informasi awal yang didapat para penumpang di pesawat adalah untuk dipindahkan bagasi.
            Karena simpang-siur, para penumpang di pesawat mulai resah. Mereka akhirnya meminta pramugari mulai menyajikan makanan. ”Kami minta pop mie saja,” kata salah seorang juru kamera televisi, sambil tertawa. Sementara itu, di sekitar ruang tunggu VVIP juga mulai gaduh. Mesin mobil dinas RI-1 mulai dinyalakan. Sopir presiden juga sibuk membersihkan kaca mobil. Iring-iringan mobil pengawal sudah membentuk formasi menunggu presiden. Akhirnya, sekitar pukul 14.30, SBY keluar dari ruang tunggu utama VVIP, ditemani Ibu Negara Ani Yudhoyono. Presiden menuju podium garuda yang sudah disiapkan untuk konferensi pers. Namun, dia tak segera memulai pidato. SBY meminta mikrofon stasiun televisi dipasang di podium. Mungkin, agar kesan banyak diliput televisi menjadi tampak. Sejumlah juru kamera televisi menggerutu, karena kabel mikrofonnya tak mampu menjangkau podium. Beberapa menit kemudian, SBY memulai pidato yang mengungkapkan penundaan kunjungan ke Belanda. Usai berpidato, Presiden dan Ibu Negara langsung memasuki mobil dinasnya menuju kediaman pribadi di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sementara para rombongan mulai turun dari pesawat. Lalu yang di sekitar ruang tunggu VVIP, menyalami mereka sambil bercanda, “Selamat datang kembali ke Indonesia”.

Presiden Tak Bisa Ditangkap Ketika Berkunjung
Pengamat hukum internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, penundaan lawatan yang sebetulnya akan banyak memberikan manfaat bagi Indonesia ini, jelas menimbulkan pertanyaan mengenai kinerja Kementerian Luar Negeri.”Kepala Negara jelas dalam hukum internasional, dia akan mendapatkan immunity atau kekebalan saat melakukan kunjungan ke negara lain. Ini semua sudah sampai Halim (Lanud Halim Perdanakusumah), bagaimana ini komunikasi Kementerian Luar Negeri kita dengan pihak Belanda,” ujarnya, kemarin, (5/10). Menurut dia, penundaan keberangkatan di menit-menit akhir seperti tindakan menampar diri sendiri. Pemerintah Indonesia malu, sedangkan pemerintah Belanda juga mempertanyakan mengapa Indonesia tidak percaya dengan pengamanan yang mereka berikan. “Kalau SBY mengatakan penundaan pada sehari sebelumnya tidak masalah, nah ini last minute benar. Kalau alasannya karena pengadilan gugatan RMS, ini terlalu kecil. Apalagi katanya ini pengadilan biasa. Kalau mau tunda kenapa tidak dari kemarin,” sambung profesor dari Universitas Indonesia ini. Hikmahanto juga menambahkan, pemberitahuan resmi penundaan kedatangan pemerintah Indonesia harus segera disampaikan kepada pemerintah Belanda. Alasan yang disampaikan harus benar-benar logis, tidak mengada-ada, sehingga tidak akan ditertawakan negara lain. ”Obama (Presiden AS) juga beberapa kali batal ke Indonesia, tapi itu kan karena kerjaan di dalam negeri dan bukan dilakukan di menit-menit akhir,” jelasnya.
Sumber :
 http://metronews.fajar.co.id/read/107637/19/kemiskinan-dan-mitos-pembangunan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar